Kebijakan hambatan tarif yang diterapakn presiden Amerika terpilih Donald Trump akan berdampak langsung untuk beberapa produk yang berasal dari China. Situasi ini akan sangat tidak menguntungkan sehingga China dipastikan akan mencari lokasi-lokasi baru terutama di area ASEAN untuk relokasi pabrik.
Indonesia menjadi negara yang berpeluang besar dan kita harus bisa menangkap kesempatan ini. Wakil Menteri Perindustrian Faisal Reza mengatakan, kawasan industri di Indonesia harus mempersiapkan diri, salah satunya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam.
Batam dikenal sebagai wilayah bisnis yang ramai dengan jenis industri seperti semi konduktor, galangan kapal, hingga industri yang berhubungan dengan minyak dan gas. Batam juga lokasinya cukup strategis karena berseberangan dengan negara seperti Singapura.
Perusahaan konsultan dan riset properti Colliers Indonesia menyebut Batam memiliki potensi besar untuk industry elektronik. Hal ini didukung karena banyak perusahaan semi konduktor dan turunannya yang sudah beroperasi di Batam. Dengan statusnya sebagai KEK juga bisa memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan maupun investasi di sana.
“Kami melihat setelah wilayah Jabodetabek seperti Subang, Jawa Tengah, maupun Surabaya juga memiliki potensi yang baik untuk perusahaan-perusahaan China yang ingin melakukan relokasi pabriknya,” ujar Rivan Munansa, Director Industrial & Logistic Services Colliers Indonesia.
Wilayah di Jawa Tengah seperti Semarang dan Kendal juga sudah ada investasi pabrik untuk industri garmen, tekstil, dan industri padat karya lainnya. Minat investasi dari sektor motor listrik juga cukup besar sementara di Brebes dan Tegal juga merupakan daerah yang berpotensi untuk perluasan industry usaha padat karya.
Bagi perusahaan dengan bidang usaha seperti electric vehicle (EV) bisa melirik wilayah Subang sedangkan perusahaan yang bergerak di bidang fast-moving consumer goods (FMCG) mempertimbangkan wilayah Surabaya.
Bagi kawasan industri yang belum dipasarkan ke publik, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat pembangunan kawasan industri baru. Hal ini termasuk memastikan ketersediaan utilitas dan infrastruktur yang memadai. Ketersediaan ini menjadi sangat penting agar ketika ada permintaan dari perusahaan China yang ingin melakukan relokasi, sudah ada lahan yang siap untuk dibangun.
Selain itu, koneksi dari kawasan industri dengan beberapa jalan tol utama termasuk yang mengarah ke dan dari pelabuhan serta bandar udara harus terhubung dengan baik. Tanpa adanya kesiapan akses beserta utilitas memadai akan sulit menarik minat perusahaan yang sedang mencari lahan untuk relokasi pabrik mereka.
“Dalam hal ini kami menilai pengaruhnya tentu akan menjadi positif dikarenakan keadaan ekonomi di China sendiri yang cukup stagnan ditambah potensi perang tarif dengan Amerika maka pengaruhnya terhadap tren ini akan cukup besar. Ini akan menarik bagi pasar industri di Indonesia bila bisa menangkap kesempatan yang baik ini,” jelasnya.