Periode kuartal pertama (Q1) biasanya menjadi periode yang paling lambat untuk sektor perhotelan di Jakarta. Hal itu kembali berulang pada awal tahun 2025 ini khususnya terkait dampak dari kebijakan efisiensi pemerintah yang membuat pengeluaran anggaran daerah lebih ketat dan selanjutnya berdampak pada aktivitas perhotelan.
Kebijakan efisiensi pemerintah mencakup berbagai hal seperti penghematan perjalanan dinas, kunjungan studi, seminar, hingga diskusi kelompok yang dirasakan cukup signifikan bagi sektor perhotelan terlebih hotel-hotel yang sangat bergantung terhadap pasar pemerintah.
Dampak dari kebijakan efisiensi pemerintah itu telah mendorong para pelaku industri perhotelan untuk menerapkan langkah efisiensi mereka sendiri agar tetap bisa beroperasi. Pekerja harian di hotel mengalami pengurangan jam kerja dan karyawan diminta untuk mengambil cuti atau cuti tanpa dibayar guna menekan biaya operasional akibat tamu yang sepi.
Kondisi ini bukan hanya dirasakan hotel-hotel di Jakarta tapi kebijakan efisiensi juga berdampak pada hotel-hotel di Bali khususnya yang bergantung pada pasar meeting, incentives, conferences, dan exhibition (MICE).
“Berkurangnya kegiatan MICE terutama yang berskala internasional menjadi tantangan bagi hotel-hotel yang berfokus pada pasar ini dengan aktivitas korporat yang juga mengalami penurunan akibat kebijakan efisiensi yang berkaitan dengan pemerintah,” ujar Ferry Salanto, Head of Research Colliers Indonesia.
Sebagai dampak dari kebijakan efisiensi ini, para pelaku industri perhotelan juga harus efisien dengan menyesuaikan diri dengan kondisi pasar. Ferry memprediksi kinerja hotel di Jakarta akan kembali normal pada pertengahan bulan Juli seiring berakhirnya libur yang berdampak pada aktivitas bisnis.
Kinerja hotel di Bali juga diperkirakan akan membaik pada kuartal kedua, namun kebijakan efisiensi dan menurunnya daya beli masyarakat perlu menjadi perhatian. Tiket pesawat domestik yang sering kali lebih mahal dibandingkan tiket internasional dapat mengurangi minat wisatawan domestik untuk berlibur.
“Pelaku industri perhotelan harus mencari pasar alternatif selain pasar pemerintah, karena belum ada tanda-tanda pelonggaran kebijakan efisiensi dari pemerintah. Jika kondisi ini terus berlanjut, peningkatan kinerja pada kuartal kedua mungkin tidak akan signifikan sehingga semakin mempersulit para pelaku industri perhotelan di masa mendatang,” imbuhnya.