Skema pembiayaan bank berupa KPR masih menjadi andalan masyarakat untuk membeli rumah. Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) pasar primer yang diterbitkan Bank Indonesia (BI), pangsa pasar KPR terus merosot dalam kurun waktu lima triwulan terakhir.
Sebaliknya pembelian produk properti secara tunai kondisinya meningkat baik tunai keras (cash) maupun tunai bertahap (instalment). Kemerosotan penggunaan KPR bank untuk membeli rumah ini sejalan dengan pertumbuhan penyalurannya yang terus menurun selama lima triwulan terakhir.
SHPR triwulan pertama 2025 yang dipublikasikan Mei 2025 menyebut, total nilai penyaluran KPR pada triwulan pertama hanya tumbuh 9,13 persen secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan keempat 2024 sebesar 9,67 persen (yoy), triwulan ketiga 2024 sebesar 10,37 persen (yoy), triwulan kedua 2024 sebesar 13,97 persen (yoy), dan triwulan pertama sebesar 13,91 persen (yoy).
Dengan terus menurunnya porsi KPR membuat pertumbuhan penyaluran KPR bank yang digunakan untuk pembelian rumah juga menurun. SHPR BI mencatat pada triwulan pertama 2025 pangsa pasarnya menjadi 70,68 persen. Angka ini jauh menurun dibandingkan empat triwulan sebelumnya.
Pada triwulan pertama 2024 pangsa pasar penggunaan KPR untuk pembelian rumah tercatat masih 76,25 persen. Pada triwulan kedua 2024 angkanya merosot menjadi 75,52 persen, triwulan ketiga 2024 naik tipis menjadi 75,80 persen, dan triwulan keempat 2024 anjlok menjadi 72,54 persen sebelum merosot lagi menjadi 70,68 persen pada triwulan pertama 2025.
Sebaliknya, cara bayar tunai dalam pembelian rumah baik tunai keras maupun tunai bertahap meningkat cukup signifikan. Cara bayar tunai keras (langsung) naik dari 7,17 persen pada triwulan pertama 2024 menjadi 9,79 persen dan cara bayar tunai bertahap meningkat dari 16,59 persen menjadi 19,53 persen pada periode yang sama.
Penurunan ini tidak dijelaskan secara spesifik oleh SHPR BI khususnya untuk pembelian rumah. BI hanya menyebut, kendala utama yang menghambat penjualan rumah yaitu, kenaikan harga bahan bangunan (19,87 persen), bunga KPR yang tinggi (15,30 persen), masalah perizinan (14,79 persen), besarnya uang muka KPR (11,17 persen), dan perpajakan (9,02 persen).