Bisnis properti khususnya aktivitas transaksi tenaga penjual (marketing) dengan konsumen menyisakan berbagai cerita yang menarik. Pembelian produk properti seperti rumah tentunya melibatkan banyak hal terkait pajak-pajak yang harus dibayar hingga komisi tenaga pemasar.
Saat kawasannya mulai dihuni juga membutuhkan pengelolaan yang dilakukan pihak estate management untuk menjaga keamanan, kebersihan, maupun utilitas lainnya di kawasan yang perlu maintenance ataupun perawatan berkala. Hal ini tentunya harus dipungut dari para penghuni berupa iuran pengelolaan lingkungan (IPL).
Ada beberapa cerita menarik dari pengelolaann lingkungan perumahan dan ini bisa menunjukan mengenai jatidiri kita. Banyak diantara kita ketika membeli suatu produk seperti hunian merasa bebas melakukan apapun terhadap barang milik kita dan sering kali tidak sadar kalau hak kita juga dibatasi dengan hak orang lain yang sama.
Kisah lama dari seorang pemasar produk perumahan di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan bisa menjadi pelajaran dan ada banyak hal menarik dalam pengelolaan lingkungan perumahan. Salah satu contohnya, ada konsumen yang tidak mau rumahnya segera diserahterimakan kendati pembayarannya sudah lunas.
“Yang seperti ini biasanya investor atau belum mau menghuni rumahnya. Dia tidak mau melakukan proses serah terima karena akan langsung dikenakan kewajiban membayar IPL, model yang seperti ini cukup banyak di sini,” katanya.
Cerita lainnya saat penghuni ingin melakukan renovasi dan mengubah bentuk fasad rumahnya. Di sebuah pengembangan kompleks perumahan khususnya yang belum selesai atau masih berjualan, yang dijual oleh pengembang adalah keseluruhan kawasannya sehingga konsumen tidak diperbolehkan mengubah secara masif bentuk fasad rumahnya. Bila ingin melakukan renovasi, pada bagian fasad ini diharuskan menggunakan desain yang disediakan oleh pengembang.
“Yang seperti ini alot banget, ‘ini rumah gue, apa urusannya ama lo’, kita harus melakukann pendekatan personal karena ini terkait dengan kenyamanan seluruh penghuni juga. Jadi macam-macam polahnya dan yang seperti ini kita sangat persuasif dan bisa berkali-kali melakukan pendekatannya,” imbuhnya.
Kisah lainnya, dalam gambar brosur kerap pengembang menambahkan taman di bagian dalam rumah. Pada kenyataannya, taman tersebut hanya area kosong dan si konsumen sendiri yang harus membuatnya. Ada konsumen yang meminta jatah keramik untuk bagian tamannya tersebut yang berukuran sekitar 2×2 m.
Pernah juga di perumahan tersebut ada kasus rebut-ribut dengan selebritas Nikita Mirzani yang menjadi konsumen dan membeli secara tunai bertahap (instalment). Di tengah perjalanan pembelian rumah ini batal sehingga sang artis menuntut uangnya dikembalikan. Dalam hal pembelian rumah tentu ada pajak-pajak yang harus dibayarkan termasuk komisi bagi agen penjualnya yang tidak mungkin dikembalikan.
“Jadi waktu itu uangnya sudah masuk sekitar Rp1 miliaran, yang kita kembalikan yang masuk ke kita karena yang sudah dikeluarkan untuk pajak dan komisi tentu tidak bisa. Jumlahnya jadi sekitar Rp800 jutaan, makanya jadi ramai. Kisahnya banyak juga yang lucu-lucu dan memang dibutuhkan kesabaran ekstra dari petugas estate management untuk melayani penghuni,” pungkasnya.