Memasuki tahun 2025 masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi industri baja di Indonesia. Menurut Irfan Fauzie, Wakil Presiden Sales & Marketing PT NS BlueScope Indonesia, tetap ada potensi besar untuk sektor ini berkembang khususnya yang didorong dari sektor konstruksi dann properti.
“Makanya kami optimistis menatap kegiatan bisnis tahun 2025 ini dan berkomitmen untuk mendukung pembangunan infrastruktur di dalam negeri dengan menyediakan baja berkualitas tinggi yang sesuai dengan kebutuhan proyek-proyek strategis,” ujarnya.
Secara umum sektor konstruksi Indonesia diperkirakan akan terus menggeliat dan menjadi pendorong utama perekonomian nasional pada tahun 2025. Hal ini tentunya akan memberikan dampak terhadap industri baja yang menjadi salah satu material utama berbagai proyek infrastruktur.
Irfan juga memaparkan berbagai tantangan dan optimisme yang akan mewarnai perjalanan industri baja pada tahun ini. Diantaranya, kelebihan kapasitas global dan persaingan baja impor yang akan menjadi tantangan besar termasuk kelebihan kapasitas produksi.
Data Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatat pada tahun 2022, kelebihan kapasitas global mencapai 632 juta ton dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) memproyeksikan ada tambahan kapasitas sebesar 158 juta ton yang akan terjadi pada periode 2024-2026. Kelebihan kapasitas ini menyebabkan peningkatan ekspor baja terutama dari Tiongkok yang merugikan produsen baja di negara-negara tujuan ekspor termasuk Indonesia.
Direktur IISIA Widodo Setiadharmaji menambahkan, lonjakan ekspor baja Tiongkok pada 2023 yang meningkat 39 persen menjadi 92 juta ton, telah menambah persaingan dalam pasar global. Sementara itu pada 2023, impor baja dari Tiongkok ke Indonesia meningkat tajam hingga 42 persen mencapai 4,05 juta ton yang memicu kesulitan bagi produsen baja lokal untuk bersaing. Hal ini disebabkan harga baja dari Tiongkok yang lebih murah mengingat dukungan pemerintah Tiongkok terhadap industri baja mereka.
Berbagai tantangan ini bisa disiasati dengan berbagai kebijakan yang mendukung untuk meningkatkan daya saing. Beberapa usulan yang mengemuka antara lain kebijakan harga gas bumi tertentu (HGTB). Ini bisa menjadi kebijakan yang memberikan tantangan sekaligus harapan bagi industri baja nasional.
Pemerintah Indonesia baru saja memperpanjang kebijakan ini melalui penerbitan Kepmen ESDM No. 255.K/MG.01/MEM.M/2024 untuk memberikan tarif gas bumi yang lebih kompetitif untuk industri baja. Dengan pasokan energi yang lebih terjangkau, produsen baja di Indonesia dapat memproduksi baja dengan biaya yang lebih efisien hingga meningkatkan daya saing produk baja domestik baik di pasar lokal maupun internasional.
“Kebijakan HGBT diharapkan dapat meringankan beban biaya produksi baja yang pada akhirnya memungkinkan industri baja Indonesia untuk mempertahankan pangsa pasar domestik serta memperluas pasar ekspornya,” jelas Irfan.
Kemudian ada juga peluang dari produk baja khusus yang memiliki nilai tambah lebih tinggi seperti electrical steel, baja untuk kereta api (railway steel), dan baja berkualitas tinggi lainnya. Produk baja khusus ini tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi besar untuk diekspor ke pasar global.
Sejauh ini BlueScope telah mengembangkan berbagai produk baja khusus yang sangat diperlukan untuk proyek-proyek besar mulai dari konstruksi gedung tinggi, infrastruktur transportasi, hingga pembangkit listrik. Selain itu BlueScope juga aktif berinvestasi dalam peningkatan kualitas dan inovasi produk untuk menghadapi tantangan pasar yang semakin kompetitif.
Tantangan lainnya terkait peningkatan proteksionisme di banyak negara besar. Mengutip IISIA, negara-negara seperti India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa telah menerapkan kebijakan proteksi untuk melindungi industri baja domestik mereka termasuk tarif impor yang lebih tinggi bagi produk baja asal Tiongkok.
Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 25 persen untuk produk baja dari Tiongkok sementara India menaikkan tarif bea masuk baja menjadi 10-12 persen. Bahkan negara-negara ini juga memperkenalkan tarif tambahan dan kebijakan trade remedies untuk mengurangi dampak produk baja murah dari luar.
Kondisi ini memerlukan kebijakan serupa di Indonesia seperti peningkatan pengawasan produk baja di pasar domestik dan kebijakan trade remedies untuk menghindari praktik dumping dari negara lain khususnya Tiongkok. Penerapan tarif anti dumping dan bea masuk yang lebih tinggi terhadap produk baja impor dapat membantu persaingan industri baja menjadi lebih sehat.
Kemudian untuk menjaga kualitas dan keamanan pasar baja domestik, Irfan mengatakan Indonesia juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap baja impor. Menurutnya, Standar Nasional Indonesia (SNI) yang lebih ketat harus diterapkan untuk memastikan produk baja yang masuk ke pasar memenuhi persyaratan kualitas yang tinggi. Hal ini penting untuk melindungi konsumen dan industri baja lokal dari produk baja murah yang tidak memenuhi standar kualitas.
“Di sisi lain kebijakan impor baja juga harus disesuaikan dengan neraca komoditas yang mempertimbangkan kapasitas produksi baja dalam negeri. Dengan pengawasan yang ketat dan implementasi kebijakan yang efektif diharapkan kualitas baja yang beredar di pasar domestik dapat terjaga serta mencegah praktik impor baja yang tidak memenuhi standar SNI,” pungkasnya.
Berbagai situasi ini tetap membuat BlueScope optimistis terkait sektor baja di tanah air yang akan meningkat pesat khususnya untuk kebutuhan konstruksi. Dengan kesiapan untuk memanfaatkan peluang di sektor baja khusus dan adaptasi terhadap kebijakan yang mendukung industri, tahun 2025 diharapkan menjadi tahun pemulihan dan penguatan sektor baja Indonesia.
Sebagai informasi, BlueScope didirikan tahun 1994 sebagai produsen baja lapis logam datar dan baja bercat di Cilegon. Tahun 2013 BlueScope bekerja sama dengan Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation (NSSMC) yang memberikan akses ke teknologi baru dan membantu dalam mengembangkan jangkauan pelanggan yang lebih luas.
Saat ini kapasitas pabrik di Cilegon mencapai 275 ribu ton per tahun untuk baja lapis logam dan 55 ribu ton per tahun baja bercat. Beberapa brand yang dihasilkan antara lain Zincalume, Colorbond, Kirana, BlueScope Zacs, Perisai, Perisai Nectalite, Coolroom, dan HRP Antibacterial. Berbagai produk ini untuk memenuhi kebutuhan industri, perumahan, komersial, maupun aplikasi manufaktur lainnya.