Di tengah kebutuhan papan atau hunian yang besar dan terus berkembang, pasar properti khususnya di area Jabodetabek masih akan menunjukkan dinamika di seluruh sektornya baik apartemen, rumah tapak, ritel, perkantoran, hotel, industrial, dan lainnya. Situasi lainnya yaitu tantangan perekonomian lokal dan global yang akan berpengaruh pada bisnis properti.
Menurut Director of Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo, memasuki tahun 2025 masih ada banyak hal yang harus diperhatikan terkait dinamika maupun berbagai tantangan untuk bisnis properti. Di sisi lain tetap ada potensi besar dari sektor ini.
“Berdasarkan data kami, pasar apartemen di segmen menengah-bawah saat ini memiliki harga jual di bawah Rp15 juta/m2 dan ini telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam periode sepuluh tahun terakhir,” jelasnya.
Kendati segmen ini sempat terhambat khususnya akibat ketidakpastian dan keterbatasan lahan sejak tahun 20218 lalu, permintaan untuk segmen hunian vertikal ini terus belanjut. Hal ini tercermin dari peningkatan tingkat hunian pada unit subsidi yang meningkat 77 persen dan non subsidi 62 persen.
Untuk harga di wilayah Jakarta misalnya, harga per meter perseginya berkisar Rp10.965.878 hingga Rp11.785.805 tergantung pada lokasi sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta. Hal lain yang mengemuka yaitu pengembangan propertti yang mengikuti perkembangan infrastruktur transportasi seperti KRL, LRT, dan akses tol yang kian meningkatkan daya tarik kawasan tersebut.
Di sisi lain program 1 juta hunian vertikal akan bisa memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perkembangan pasar properti khususnya yang bisa mendorong akses kepemilikan apartemen dengan harga terjangkau di wilayah perkotaan. Pemanfaatan lahan pemerintah dalam program ini akan membantu menekan biaya pembangunan sehingga harga apartemen menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Selain itu lokasi yang dipilih untuk pengembangan apartemen di perkotaan bisa mendukung kemudahan mobilitas, mengurangi pergerakan kendaraan pribadi, dan mendorong penggunaan transportasi publik yang pada gilirannya dapat mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Program ini juga akan berperan besar dalam mendorong perkembangan pusat-pusat komersial baru sekaligus meningkatkan kenyamanan hidup bagi kalangan pekerja usia produktif yang semakin membutuhkan hunian yang terjangkau dan strategis di pusat kegiatan ekonomi.
Untuk sektor apartemen hingga akhir tahun 2024 ini ada 10 ribu pasokan proyek eksisting di Jabodetabek sehingga menjadikan total kumulatif pasokan menjadi 386.111 unit. Untuk pasokan mendatang akan ada penambahan sekitar 870 unit sehingga total pasokan eksisting tahun 2025 diperkirakan bertambah 18.000 unit yang sebagian besar berada di Bekasi dan Tangerang.
Dengan adanya kebijakan kenaikan PPN 12 persen diperkirakan kalangan pengembang masih banyak yang akan wait and see serta menunda peluncuran proyek baru hingga kondisi pasar lebih stabil. Pasokan baru akan meningkat di semester kedua 2025 dengan tingkat penjualan dan tingkat pra-penjualan apartemen diperkirakan akan cenderung stabil di 93,7 persen dan 58,4 persen pada tahun 2025, mengingat adanya kebijakan penerapan PPN 12 persen yang akan mempengaruhi permintaan.
Permintaan pada proyek eksisting juga masih akan mendominasi permintaan. Program 1 juta apartemen diperkirakan akan memberikan pengaruh positif terhadap pasar apartemen paling cepat di tahun 2026. Harga jual apartemen diperkirakan akan mengalami sedikit peningkatan di tahun 2025 hanya sebesar 2,5 persen. Peningkatan terbesar diperkirakan masih terjadi di area sekunder atau berkisar Rp36,3 juta/m2 atau naik 6,1 persen.
“Untuk harga apartemen primer berkisar Rp52 juta/m2 dengan area CBD mencapai Rp60,9 juta/m2 yang menjadikannya relatif stabil. Mengantisipasi dampak kenaikan PPN, pengembang perlu mempertimbangkan penawaran opsi pembiayaan yang lebih terjangkau seperti program KPA dengan bunga rendah atau tenor panjang,” beber Arief.