Investasi untuk menghadirkan kualitas kerja dengan mengadopsi model hybrid terus dilakukan sektor perkantoran di kawasan Asia Pasifik. Langkah berani untuk merombak tempat kerja masih akan terus berkembang dan menjadi tren dengan mengeksplorasi strategi inklusif yang bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang beragam.
Laporan yang diterbitkan oleh Colliers, sebuah perusahaan riset dan manajemen properti global, kondisi tempat kerja di Asia Pasifik tahun 2026 akan terus mendorong tren berkantor secara hybrid. Riset ini merupakan rangkuman dari perspektif terhadap lebih dari 800 pekerja di perusahaan yang disurvei.
“Tempat kerja saat ini dan di masa mendatang bukan hanya tentang tempat duduk melainkan tentang bagaimana sebuah ruang dapat mendorong kinerja dan pengalaman. Organisasi yang menyelaraskan strategi, desian, dan teknologi akan mempercepat kesuksesan dan salah satunya dengan menciptakan tempat kerja yang memberdayakan karyawan dan memberikan nilai jangka panjang,” ujar Mike Davis, Managing Director, Occupier Services Asia Pasifik Colliers.
Laporan ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada investasi besar dan niat yang kuat, pemenangnya adalah mereka yang mengubah ambisi menjadi tindakan khususnya yang menjembatani kesenjangan dalam fleksibilitas, keberlanjutan, dan inklusivitas.
Head of Services Colliers Indonesia Bagus Adikusumo menambahkan, terus berkembangnya ekspektasi tenaga kerja, maka menyelaraskan kebijakan tempat kerja dengan tujuan organisasi akan menjadi penting untuk meningkatkan produktivitas dan keterlibatan karyawan.
“Di Indonesia, efisiensi biaya mendorong keputusan relokasi sementara perusahaan multinasional memilih ruang kerja berperabot lengkap untuk menghindari belanja modal yang seringkali menggagalkan rencana relokasi dan menyebabkan perpanjangan sewa,” jelasnya.
Dari riset Colliers ini ada beberapa highlights untuk menjadi wawasan. Pertama, dari 48 persen yang disurvei secara aktif menyatakan telah berinvestasi dalam kualitas tempat kerja dan pengalaman yang dirasakan karyawan dengan 26 persen di antaranya telah melakukan investasi signifikan dalam 12 bulan terakhir dan 22 persen lainnya berencana melakukannya di tahun mendatang.
Kedua paradoks hibrida. Survei menemukan bahwa organisasai mendambakan fleksibilitas dengan 47 persen perusahaan menerapkan model kerja hybrid. Struktur tradisional untuk kebijakan dan penataan kantor masih berlaku dengan sebagian besar responden memiliki mandat kehadiran dan tempat duduk yang ditentukan.
Ketiga memimpin dengan strategi inklusif. Hingga tahun 2030 akan ada lima generasi yang menempati tempat kerja. 15 persen yang disurvei mempertimbangkan hal ini dan 40 persen mulai mengeksplorasinya di tempat kerja mereka. Dalam hal adaptasi terhadap keberagaman generasi, India dan Filipina memiliki proporsi responden tertinggi dengan 44 persen dan 43 persen.
Keempat kebutuhan karyawan dengan strategi tempat kerja. Penggerak utama yang menraik karyawan ke kantor adalah interaksi seosial dan koneksi tim (27 persen) diikuti oleh kualitas ruang kerja (18 persen) dan akses ke fitur kesejahteraan. 48 persen menunjukkan ketergantungan pada kepemimpinan senior untuk membentuk strategi tempat kerja sementara 19 persen melibatkan semua karyawan.
Kelima mengenai kesenjangan ambisi dan tindakan yang berkelanjutan. Keberlanjutan adalah ambisi yang berani dengan 52 persen bisnis berkolaborasi dengan pemilik properti mereka untuk mencapai hasil keberlanjutan. Australia memimpin, dengan 79 persen organisasi yang disurvei secara aktif bermitra dengan pemilik properti dalam hal keberlanjutan. Sementara itu India (67 persen) dan Singapura (65 persen) juga menunjukkan niat yang kuat.
“Desain dan teknologi akan menjadi pengubah permainan dengan 20 persen organisasi menggunakan alat AI untuk meningkatkan pengalaman karyawan, 6 persen menggunakan data pemesanan meja, dan 3 persen memiliki sensor hunian,” imbuh Bagus.


