Selama ini pemerintah terus mendorong konsep hunian vertikal khususnya di kawasan perkotaan untuk menyiasati kian langka dan mahalnya harga lahan. Dengan pengembangan ke atas, lahan yang terbatas bisa dimaksimalkan sekaligus berbagai fungsi ruang kota khususnya untuk area resaapan, ruang terbuka, dan lainnya masih bisa disediakan.
Di sisi lain, dorongan untuk berhunian di kompleks rumah susun (rusun) atau apartemen ini juga membutuhkan berbagai regulasi untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan seluruh penghuni. Terlebih ada banyak aturan terkait lifestyle hingga aset-aset bersama yang harus dijaga dan dikelola.
Menurut Ketua Umum DPP Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta, perlu ada revisi terkait regulasi pengelolaan rumah susun di Indonesia terlebih dalam beberapa tahun terakhir ada banyak perubahan dan perbaikan aturan mulai dari level peraturan gubernur, peraturan menteri, hingga UU sehingga dalam implementasinya terjadi banyak konflik kepentingan.
“Perubahan dan perbaikan regulasi tentunya berimplikasi pada kehidupan penghuni maupun pengelolaan kompleks rusun di Indonesia. Sebagian pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (PPPSRS) juga harus melakukan banyak penyesuaian dan ini semuanya tentu harus diatur,” katanya.
Selain itu, perubahan dan perbaikan regulasi ini juga kerap menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengurus PPPSRS karena adanya sudut pandang dan kepentingan yang berbeda. Hal ini menjadi tantangan kepengurusan asosiasi penghuni yang seharusnya bisa diatur melalui regulasi yang baik.
Untuk itu Adjit berharap, bisa kembali diadakan dialog dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi terkait kompleksitas berhunian di apartemen. P3RSI secara aktif juga akan terus menganalisis, melakukan berbagai kajian, dan memberikan masukan berupa solusi kepada pemerintah untuk dijadikan aturan yang resmi.
Aturan pembentukan PPPSRS misalnya, saat ini tidak semudah apa yang dibayangkan oleh masyarakat. Masih ada berbagai kendala yang perlu dibahas lebih dalam seperti proses pembentukan pengurus dan administrasi yang lebih rumit dibandingkan regulasi sebelumnya.
Karena itu harus ada keterbukaan sehingga tidak ada dusta diantara pemilik-penghuni, PPPSRS, dan developer. Ada banyak yang perlu didiskusikan seperti aturan one name one vote, masa transisi, dan bagaimana pelaku pembangunan dalam memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Ini semua demi kebaikan penghuni rumah susun, pengelola, serta developer yang ada di Indonesia.
“Makanya kami mengajak para pemangku kepentingan untuk memperhatikan aturan-aturan pembentukan kepengurusan PPPSRS karena itulah yang akan menjadi kunci dari kesinambungan pembangunan dan pengelolaan rumah susun yang baik. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak khususnya para stakeholder yang terlibat untuk kenyamanan bersama,” pungkas Adjit.