Mahal dan terus meningkatnya harga rumah membuat kalangan generasi muda khususnya Gen Z kesulitan mengakses hunian pertama. Saat ini Gen Z diproyeksikan mencapai 27,94 persen dari total populasi di Indonesia dengan usia produktif 15-29 tahun. Segmen ini makin sulit memiliki rumah karena harganya yang terus naik dan beban biaya hidup yang kian tinggi.
Generasi ini telah mengalami dua krisis besar yaitu krisis ekonomi global tahun 2008 dan pandemi Covid-19. Jadi, apa saja kendala utama Gen Z sulit membeli rumah dan bagaimana menyiasati situasi ini? Dikutip dari laman Semen Merah Putih, ada beberapa alasan Gen Z susah untuk beli rumah.
Salah satu alasan Gen Z susah beli rumah adalah karena harga properti yang terus meningkat setiap tahun. Kenaikan harga ini tidak sebanding dengan pendapatan sehingga membuat proses pembelian rumah menjadi lebih berat. Rata-rata pendapatan Gen Z relatif rendah per bulannya menjadi salah satu faktor utama yang membuat mereka sulit memiliki rumah, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Meski pendapatan Gen Z relatif stabil, kenaikan harga yang tidak seimbang membuat rumah semakin sulit dijangkau terlebih produk properti juga bukan hanya untuk kebutuhan tapi dijadikan instrumen investasi. Ini menunjukkan bahwa tantangan membeli rumah tidak hanya berasal dari pendapatan terbatas, tetapi juga dinamika pasar properti.
KPR masih menjadi salah satu cara paling memungkinkan bagi generasi muda untuk memiliki rumah. Namun survei menunjukkan kalau 10,49 persen anak muda belum mampu membayar cicilan KPR sehingga metode ini belum sepenuhnya dapat menjawab kebutuhan mereka.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kemajuan digital bisa mempermudah pengajuan pinjaman, termasuk pengajuan pinjaman melalui aplikasi fintech dan layanan paylater yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan tatap muka. Namun kemudahan ini belum diimbangi literasi finansial yang cukup sehingga berisiko mendorong Gen Z berhutang untuk memenuhi keinginan sesaat dan menimbulkan siklus hutang yang berbahaya.
Kemajuan teknologi digital ini juga bisa dilihat pada penggunaan aplikasi belanja online, pesan tiket, dan pengiriman makanan yang memudahkan masyarakat mengakses e-commerce dan promosi besar-besaran. Transaksi memang menjadi lebih mudah namun kebiasaan ini bisa meningkatkan kecenderungan belanja impulsif yang membuat pengelolaan keuangan tidak sehat.
Gen Z menghadapi persaingan ketat di pasar kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 tercatat 937.176 pencari kerja di Indonesia sehingga membuat persaingan semakin sengit. Di sisi lain, Upah Minimum Regional (UMR) sering kali tidak sebanding dengan harga rumah.
Kebanyakan Gen Z mengaku belum memerlukan rumah sementara milenial menyatakan belum terpikir untuk memilikinya saat ini. Selain itu, alasan lain yang mendasari minat rendah atau ketidakmampuan generasi muda membeli rumah adalah kenaikan harga properti setiap tahun dan faktor keuangan lainnya.
Dengan berbagai situasi ini bagaimana tips supaya generasi muda khususnya Gen Z bisa membeli rumah. Tentu tetap bisa selama dilakukan perencanaan yang baik dengan menetapkan target, menabung sejak dini, dan mencari penghasilan tambahan. Selain itu hindari gaya hidup konsumtif dan selesaikan hutang agar keuangan lebih stabil.


