Bank Indonesia (BI) merilis Survei Harga Properti Residensial (SHPR) periode triwulan pertama 2025. SHPR BI menyebut, harga properti residensial di pasar primer atau rumah baru para periode ini masih mencatatkan pertumbuhan yang terbatas.
Hal itu tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan pertama 2025 yang hanya tumbuh tipis 1,07 persen secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah bila dibandingkan triwulan sebelumnya atau triwulan keempat 2024 yang sebesar 1,39 persen (yoy).
Menurut Direktur Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, pertumbuhan harga yang tumbuh tipis ini dipengaruhi oleh penjualan rumah baru yang kurang bergairah selama periode triwulan satu 2025 sebagaimana yang terekam dalam survei IHPR.
“Secara keseluruhan penjualan unit rumah memang meningkat walaupun peningkatannya tidak tinggi atau hanya tumbuh 0,73 persen secara tahunan. Pertumbuhan itu pun setelah terkontraksi atau minus 15,09 persen pada periode tahunan dibandingkan triwulan keempat 2024,” jelasnya.
Masih mencatatkan peningkatan ini faktor utamanya karena didorong oleh penjualan rumah tipe kecil yang tumbuh 21,75 persen (yoy). Peningkatan yang cukup signifikan ini setelah periode sebelumnya terkontraksi minus 23,7 persen.
Sementara itu penjualan rumah tipe menengah dan besar merosot yang masing-masing terkontraksi (minus) 35,76 persen (yoy) dan minus 11,69 persen (yoy) dari kontraksi 16,61 persen dan tumbuh positif 20,44 persen pada periode triwulan keempat 2024.
Catatan untuk periode triwulanan (qtq) untuk penjualan rumah pada triwulan pertama 2025 tumbuh tinggi mencapai 33,92 persen (qtq). Peningkatan ini setelah sebelumnya terkontraksi minus 6,62 persen (qtq) pada triwulan keempat 2024.
Peningkatan penjualan ini juga kembali disumbang dari penjualan rumah tipe kecil dari terkontraksi minus 11,94 persen pada triwulan keempat 2024 menjadi melesat 83,97 persen di triwulan pertama 2025. Untuk penjualan rumah menengah kondisinya makin terkontraksi menjadi minus 13,57 persen dari triwulan keempat 2024 minus 9,13 persen.
Penjualan rumah besar bahkan merosot lebih dalam dari 14,12 persen pada triwulan keempat 2024 menjadi minus 22,91 persen pada triwulan pertama 2025. Survei BI juga menyebut beberapa faktor yang menjadi penghambat pengembangan dan penjualan rumah baru yaitu kenaikan harga bahan bangunan (19,87 persen), bunga KPR (15,3 persen), masalah perizinan (14,79 persen), proporsi uang muka KPR (11,17 persen), dan perpajakan (9,02 persen).
“Untuk sumber utama dana pembangunan properti residensial masih dari internal perusahaan dengan porsi mencapai 77,28 persen sementara sisanya dari pinjaman bank (16,62 persen dan pembayaran konsumen (6,10 persen). Dari sisi konsumen, KPR bank masih mendominasi pembelian rumah dengan pangsa 70,68 persen diikuti tunah bertahap (19,53 persen), dan tunai (9,79 persen),” imbuh Ramdan.