Perumahan selalu menjadi isu strategis karena merupakan kebutuhan pokok dan masih banyak segmen masyarakat yang kesulitan mengakses perumahan. Sudah banyak pihak yang memberikan masukan maupun pandangan untuk mendorong kemajuan sektor padat modal ini.
Menurut Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LPP3I)/The HUD Institute, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian untuk terus mendorong sektor perumahan. Salah satunya peningkatan sumber daya manusia yang memahami perumahan dan pembangunan perkotaan khususnya untuk penyusunan regulasi dan pelayanan publik.
“Saat ini ada persoalan klasik terkait peran swasta khususnya masalah perizinan, pembiayaan, hingga pertanahan. Kajian untuk permasalahan ini juga perlu disegerakan supaya pemanfaatan dana APBN sektor perumahan juga bisa lebih optimal. Itu semua membutuhkan kemudahan, akuntabilitas, dan kepastian supaya tercipta iklim usaha yang kondusif,” katanya.
Sekretaris Umum The HUD Institute Muhammad Joni menambahkan, ada beberapa isu strategis sektor perumahan yang harus dicermati khususnya untuk para pemangku kepentingan dalam menjalankan bisnis properti dengan tantangannya yang besar khususnya untuk sektor perumahan rakyat.
“Harus segera dibuat national affordable housing yang selaras dengan Housing Grand Design (HGD) 2045 yang berbasis data dan informasi. HGD 2045 mencakup penyediaan big data properti, kebijakan penyediaan tanah nasional untuk perumahan, kepastian penataan ruang, akuntabilitas dan aksesibilitas perizinan, inovasi pembiayaan dan inklusi keuangan, edukasi, literasi, dan akses perlindungan konsumen,” bebernya.
Kemudian hal lainnya yaitu reposisi industri properti khususnya pasca putusan Mahkamah Konstitusi tenatang UU Cipta Kerja. Ada beberapa isu yang perlu diharmoniasi yaitu re-analisis substansi hukum mengenai kelembagaan bank tanah, badan percepatan pembangunan perumahan (BP3), efektifitas hunian berimbang, aturan mengenai tanah terlantar demi kepentingan umum, hingga pola partisipasi dan agregasi substansi hukum perlindungan konsumen.
Harus dipastikan juga efektivitas Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Perlu ada pengawasan dan advokasi peran BP Tapera yang bukan lembaga bisnis dalam pembiayaan perumahan khususnya bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
BP Tapera juga perlu transparan dalam hal kebijakan perumahan dengan menerapkan tata kelola yang baik dan membuka akses pada sistem pembiayaan perumahan yang terbuka, cepat, dan mudah diakses untuk segera menyelesaikan percepatan aksesibilitas pembiayaan bagi kalangan MBR.
Penyelenggaraan perumahan subsidi maupun komersial yang berbasis syariah juga perlu terus ditingkatkan. Hal ini untuk merespon atas rancangan undang-undang (RUU) Ekonomi Syariah untuk pembiayaan perumahan dan inklusi keuangan syariah sehingga porsi ekonomi syariah bisa lebih luas. “Di tengah perkembangan teknologi informasi juga perlu terus dikembangkan digitalisasi program perumahan. Terkait untuk menciptakann liveability di kawasan perkotaan, perlu terus diatasi hambatan rantai pasok perumahan MBR, mendorong program sejuta rumah susun, serta mendorong RUU Perkotaan dan RUU Properti,” tandasnya.