Indonesia merupakan pasar yang sangat besar untuk sektor properti khususnya perumahan. Dengan segmen milenial dan Gen Z yang besar, setiap tahunnya di Indonesia ada sekitar lebih dari 700 ribu pasangan yang menikah dan diasumsikan membutuhkan rumah pertama untuk membangun keluarga baru. Ini baru dari angka pasangan yang menikah, bila ditambah dengan angka backlog perumahan yang mencapai 12 juta maka kebutuhannya lebih besar lagi.
Pasar yang besar ini tidak didukung dengan daya beli ataupun keterjangkauan. Data Bank Indonesia (BI), mayoritas masyarakat atau lebih dari 70 persen memenuhi kebutuhan papannya dengan cara mencicil belasan hingga puluhan tahun dengan pembiayaan bank (KPR).
Pemerintah cukup banyak memberikan insentif dan stimulus untuk mendekatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ke pembiayaan perumahan melalui rupa-rupa program subsidi. Salah satu yang mendorong percepatan program ini dari kalangan bank khususnya Bank BTN yang fokus pada pembiayaan perumahan bagi segmen MBR.
Selama ini Bank BTN cukup aktif mendorong penyaluran pembiayaan perumahan segmen subsidi salah satunya melalui program KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Melalui program ini Bank BTN meluncurkan fitur Graduated Payment Mortgage (GPM) dengan suku bunga tetap (fixed) yang lebih panjang.
Satu hal yang paling menarik dari fitur GPM ini adalah suku bunga kredit fixed sebesar 10 persen selama tiga tahun dan ini yang menjadi pembeda utama dengan KPR BP2BT yang lama dan belum dilengkapi dengan fitur GPM. Dengan fitur GPM ini angsuran yang dibayarkan oleh debitur bisa lebih ringan dan terjangkau sehingga kalangan MBR bisa lebih antusias menggunakan skema KPR BP2BT untuk memiliki rumah.
KPR BP2BT yang lama menggunakan sistem suku bunga berjenjang pada tiga tahun pertama kredit berjalan sehingga dengan fitur GPM bisa lebih meringankan. BP2BT merupakan salah satu skema KPR bersubsidi selain fasilitas likuiditas pembiayaan peruumahan (FLPP) dan subsidi selisih bunga (SSB).
FLPP dan SSB membuat bunga yang dibayarkan sangat ringan hanya 5 persen sementara skema BP2BT mengharuskan calon debitur menabung terlebih dulu untuk mengetahui tingkat kemampuan mencicilnya.
Program BP2BT juga memungkinkan debitur mendapatkan berbagai kemudahan seperti bantuan uang muka sebesar 45 persen dari harga rumah atau maksimal Rp40 juta atau bisa juga dengan uang muka satu persen. Hanya saja untuk waktu tertentu, program BP2BT dikenakan bunga pasar. Fitur GPM ini memberikan suku bunga 10 persen fixed 3 tahun setelah itu dikenakan suku bunga floating.
Bank BTN juga bukan hanya sekadar menyalurkann program pembiayaan perumahan bersubsidi melalui skema FLPP maupun SSB. Secara aktif, Bank BTN terus mengembangkan berbagai skema untuk mendorong percepatan program pembangunan sejuta rumah selain skema KPR FLPP yang selama ini telah berjalan.