Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah cincin api (ring of fire) dan juga negara seismik aktif, Indonesia secara konstan selalu menghadapi risiko bencana gempa bumi dan vulkanik gunung api. Karena itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mendorong pemahaman dan peningkatan kemampuan kompetensi para ahli teknik sipil terkait SNI 1726:2019 tentang bangunan tahan gempa untuk menjawab pengurangan risiko kerusakan infrastruktur akibat bencana gempa.
Berbagai upaya edukasi dan sosialisasi terkait SNI kegempaan ini terus ditingkatkan. Kementerian PUPR juga kerap menggelar workshop mengenai tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung maupun non gedung. Termasuk sosialisasi dari Direktorat Bina Teknik Permukiman dan Perumahan Ditjen Cipta Karya.
Mantan Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti pernah mengatakan, penerapan infrartsuktur tahan gempa harus dilakukan secara terintegrasi, terkoordinasi, dan berkelanjutan yang mengacu pada penyiapan, penyusunan, dan pemutakhiran SNI bidang struktur serta konstruksi pada semua lini pembangunan di kawasan rawan bencana.
“Untuk itu perlu adanya perubahan paradigma dari sekadar membangun menjadi membangun yang lebih baik dan aman. Lebih baik mengetahui risiko kegagalan bangunan sebelum bencana terjadi daripada mengalami risiko setelah bencana, makanya harus diubah dari pola responsif menjadi preventif,” katanya.
Untuk mendukung kinerja pemerintah terkait mewujudkan bangsa yang tangguh dan budaya aman bencana, Kementerian PUPR juga telah melakukan berbagai langkah. Misalnya, penguatan peraturan perundangan penanggulangan bencana, peningkatan kapasitas dan kapabilitas penanganan kedaruratan bencana dan percepatan pemulihan pasca bencana dengan prinsip build back better.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan terkait kegempaan dan rekayasa kegempaan, pada tahun 2016 Kementerian PUPR juga mendirikan Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGen), sebuah knowledge hub di mana para ahli gempa bumi dapat berkarya dan bertugas.
Diana menyebut, dari serangkaian pengalaman bencana gempa yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa dampak bencana gempa didominasi oleh gagalnya bangunan saat menahan beban akibat goncangan gempa yang kuat. Hal ini menunjukkan kalau kerusakan yang terjadi bukan diakibatkan oleh gempa itu sendiri tapi oleh bangunan yang tidak tahan gempa.
“Dari setiap kegiatan sosialisasi dan workshop yang rutin diselenggarakan diharapkan bisa tercipta teknik perancangan bangunan tahan gempa yang semakin efektif dan efisien serta ditunjang juga oleh peran dari para perancang yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan bangunan infrastrukur yang tangguh terhadap bencana gempa,” tandasnya.