Transformasi terus terjadi di sektor real estat khususnya segmen komersial di Indonesia. Transformasi itu mengenai isu keberlanjutan yang menjadi pendorong utama nilai aset, permintaan penyewa, dan kepatuhan terhadap regulasi green building.
Sertifikasi bangunan hijau kini bukan lagi pembeda eksklusif melainkan telah menjadi standar baru pasar. Adopsi sertifikasi seperti Greenship, EDGE, LEED, dan Bangunan Gedung Hijau (BGH) terus meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Kondisi ini mencerminkan keselarasan yang semakin kuat antara tanggung jawab lingkungan dan kelayakan komersial. Hingga pertengahan 2025, sektor perkantoran tetap menjadi penggerak utama yang mencakup 88 persen dari bangunan bersertifikasi dengan kantor Grade A di kawasan CBD Jakarta menunjukkan tingkat adopsi tertinggi.
Perubahan ini bukan sekadar kelanjutan dari pemulihan pasca-pandemi melainkan mencerminkan pergeseran struktural yang lebih dalam merujuk pada ekspektasi pasar. Korporasi multinasional dan investor institusional semakin memprioritaskan kepatuhan terhadap prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) sementara pengembang dan pemilik gedung secara proaktif mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam strategi desain dan pengelolaan aset mereka.
“Para pengembang tidak lagi menunggu permintaan penyewa untuk mendorong keberlanjutan. Mereka telah mengambil peran utama untuk mengamankan masa depan aset, meningkatkan efisiensi operasional, dan memposisikan diri secara kompetitif di pasar yang semakin matang,” jelas Christina Ng, Head of Facilities Management Colliers Indonesia.
Sektor keuangan juga ikut mendukung dan dengan dimasukkannya sekotr konstruksi dan real estat dalam taksonomi hijau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) versi kedua serta insentif seperti pengurangan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk pembiayaan hijau dan pengembangan berkelanjutan menjadi lebih mudah diakses.
Bangunan bersertifikasi hijau kini berhak atas pembiayaan preferensial termasuk suku bunga lebih rendah dan akses modal yang lebih mudah. Colliers Indonesia memproyeksikan akan ada peningkatan mencapai 54 persen dalam jumlah sertifikasi bangunan hijau hingga akhir tahun ini yang didorong oleh tekanan regulasi dan kesiapan pasar.
Terdapat banyak peluang bagi pengembang untuk meningkatkan gedung Grade B dan C, memperluas upaya keberlanjutan ke sektor industri dan ritel, serta mengadopsi teknologi efisiensi energi tanpa investasi modal besar.
“Seiring keberlanjutan yang menjadi ciri utama real estat komersial modern, para pelaku industri harus terus beradaptasi. Kredensial hijau kini bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan untuk tetap relevan dan tangguh dalam jangka panjang,” pungkas Christina.