Bisnis properti yang terpukul karena pandemi Covid-19 nyatanya sudah berlangsung jauh sebelum adanya pandemi tersebut. Berdasarkan riset Colliers International Indonesia (CII), untuk sektor apartemen di Jakarta misalnya, penurunannya sudah terjadi sejak tahun 2015 lalu dan masih berlangsung hingga saat ini kendati sudah mulai membaik.
Angka penyerapan (take up rate) untuk sektor apartemen di Jakarta sejak tahun 2015 lalu terus menurun. Tahun 2015 penyerapan apartemen di Jakarta mencapai 10.620 unit, tahun 206 8.867 unit, 2017 turun lagi menjadi 8.243 unit, 2018 menjadi 5.898 unit, dan 2019 jadi 4.682 unit. Untuk periode kuartal pertama tahun 2020 ini penjualan apartemen Jakarta baru mencapai 1.214 unit. Tahun 2022 take up rate sudah lebih baik dan tahun 2023 lalu capaiannya sudah hampir dua kali lipat dari tahun 2022.
Menurut Ferry Salanto, Senior Associate Director of Research Colliers International Indonesia (CII), berbeda dengan rumah tapak, apartemen mayoritas dibeli oleh kalangan investor dan situasi bisnis yang terus menurun ditambah pandemi telah membuat kalangan ini wait and see yang membuat sektor apartemen terus mengalami penurunan.
“Di sisi lain, situasi ini justru saat yang baik atau good timing untuk kalangan pengguna (end user) segera membeli. Banyaknya kemudahan yang diberikan kalangan pengembang ditambah dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang stabil menjadi timing yang sangat baik untuk konsumen end user segera take action untuk membeli properti,” ujarnya.
Situasi bisnis yang masih sulit ditambah dengan adanya pandemi membuat kalangan developer juga menjadi lebih realistis terkait produk properti yang dikembangkannya. Produk yang dikembangkan hanya untuk menyasar pasar yang riil dan itupun dibuat dengan berbagai gimmick marketing termasuk bundling dengan promo perbankan sehingga kemudahan yang ditawarkan menjadi semakin banyak.
Pengembang hanya akan mengembangkan produk riil demand atau yang pasarnya jelas untuk menyesuaikan dengan situasi saat ini. Range produk seperti ini antara lain untuk segmen menengah ke bawah karena segmen menengah ke atas situasi pasarnya masih belum terlalu bagus.
“Menurut saya, kalau memang sudah ada rencana untuk membeli, uangnya ada, itu disegerakan saja karena situasinya lagi pasar konsumen. Beberapa properti yang dekat dengan hub transportasi juga akan memberikan banyak kelebihan ke depannya karena nanti yang dicari itu time travel (waktu perjalanan) bukan jarak lagi,” imbuh Ferry.